Thaharah dan Pembagian Air












Pengertian Thaharah
  • Thaharah secara bahasa berarti bersih dari kotoran konkret dan abstrak
  • Thaharah secara syar’i berarti menghilangkan hadats dan hilangnya najis
Pembagian Thaharah

Para ulama membagi thaharah menjadi dua :
  1. Thaharah maknawiyah (yang abstrak)
Yaitu membersihkan diri dari kotoran dan najisnya perbuatan syirik (menyekutukkan Allah), kekufuran, kenifaqkan, begitu juga membersihkan diri kita dari perbuatan bid’ah dan kemaksiatan.
Dalil tetang ini adalah firman Allah Ta’ala :

خُذْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِمْ بِهَا

“ Ambilah shadaqah (zakat) dari harta mereka, guna membersihkan dan menyucikan mereka.” (Qs. At Taubah : 103)

        2.  Thaharah hissiyyah (yang konkret)

Yaitu dibagi menjadi dua :

1. Membersihkan dari hadats, baik hadats kecil maupun hadats besar.
2. Membersihkan dari najis.

Adapun yang dibahas para ulama dalam kitab fiqih mereka adalah jenis yang kedua yaitu thaharah hissiyyah.

Untuk menghilangkan hadats, pelakunya harus memiliki niat sedangkan hilangnya najis sah tanpa niat, yang penting hilang najisnya

Air

Air dibagi menjadi 3 yakni: air mutlak, air muqayyad, dan air musta'mal

1. Air Mutlak

- Air mutlak adalah air yang masih dalam bentuk penciptaan aslinya, misalnya: hujan, salju, embun, air sumur, sungai, dll.

- Warnanya putih/belerang, kuning, rasanya apakah tawar, asin yang jelas dia berada diatas penciptaannya.

Air mutlak suci dan mensucikan

Dalil sucinya air mutlak  adalah firman Allah Ta’ala :

وَأَنزَلْنَا مِنَ السَّمَاءِ مَاءً طَهُورًا

“ Dan Kami menurunkan dari langit air yang amat suci. “ (Qs. Al Furqaan : 48)

Dan dalam sebuah hadits Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bersabda tentang air laut dan juga air sumur :

“ Ia (air laut itu) suci airnya halal bangkainya.”

 (HR. Ibnu Majah, Imam Malik, Abu Dawud dan selain mereka)

Dalam hadits lain:

“ Sesungguhnya air (sumur) itu suci, tidak bisa dinajiskan oleh sesuatupun “

(HR. Tirmidzi, An Nasai, dishahihkan oleh Syaikh al Albani).

2. Air Muqoyyad

-  Air yang sudah terikat karena sudah bercampur dengan benda atau dzat lain. Misal : sabun, gula, teh, susu, dan semisalnya. Jadi secara umum air yang disifatkan sebagai maa’ thohur (air yang suci) adalah air mutlak dan dianggap sebagai maa’ thohur dan apa yang berada diatas makna ini, maka itulah air mutlak.

Jika air mutlak berubah rasa, warna, atau bau karna najis maka tak sah untuk bersuci dan ini ijma (kesepakatan ulama), adapun jika berubahnya karna materi suci dan tidak dominan maka dalam hal ini yang lebih kuat adalah sah untuk thaharah (ada perbedaan di kalangan ulama dalam hal ini), misal: air yang terkena tanah atau sabun, jika air yang dominan dan benda ini masih disebut air maka sah untuk bersuci.

Jika materi pencampur yang dominan maka sudah tidak disebut air lagi, misalnya sabun yang dominan maka sudah tidak disebut air tapi disebut sabun yang kecampuran air.

3. Air Musta’mal

- Air musta’mal  adalah air yang sudah dipakai untuk berwudhu  -misal-, lalu sebagian dari air bekas wudhu itu jatuh lagi ke air untuk wudhu dan inilah definisi menurut para fuqoha.
air musta’mal adalah suci dan mensucikan dan inilah pendapat yang lebih kuat dan dikuatkan oleh banyak ‘ulama, seperti Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, Syaikh Al Utsaimin, Syaikh bin Baaz, dan selainnya.

-  Dalilnya : 
Hadits riwayat Bukhory bahwa Nabi shollallohu ‘alaihi wasallam ketika hendak berwudhu’, maka para sahabat hampir saja perang memperebutkan air bekas wudhu nabinya sehingga dikalangan mereka tidak ada yang namanya istilah air mustakmal.

- Dalil berikutnya : 
Telah sah dalam Shohih Muslim, dari Ibnu ‘Abbas rodhiyallohu ‘anhu bahwasanya Nabi shollallohu ‘alaihi wasallam memakai air mandi yang dipakai mandi istrinya, yaitu  Maimunnah binti Al-Harits Al-Hilaliyah.

- Dalam Kitab As-Sunan disebutkan bahwa ketika Nabi shollallohu ‘alaihi wasallam mandi sebagian istri beliau berkata, “Wahai, Rosulullah tadinya saya junub dan mandi dengan air itu.” Kemudian Nabi shollallohu ‘alaihi wasallam berkata, “Air itu tidak memindahkan junub. Jika saya junub, maka air tersebut tidak junub.”

Dalil diatas menunjukkan air musta’mal tidak dianggap atau tidak memberikan pengaruh hukum dari air itu sendiri sehingga air tersebut tetap suci karena ada dalil mengenai air muthlaq, yaitu yang sepanjang masih ada sifat-sifat airnya, walaupun sudah digunakan, air itu tetap dihukumi thohur (suci dan mensucikan).

- Kesimpulannya adalah air musta’mal itu suci dan mensucikan (thohur).

Thaharah baik untuk menghilangkan hadats besar maupun kecil pada umumnya menggunakan air, bisa diganti dengan debu/tanah jika:

- Air tidak ada (di jarak sekitar yang wajar)
- Tidak mampu menggunakan air, misalnya karna cuaca sangat dingin atau karna sakit

Macam-macam air ditinjau dari kesucian dan bisa tidaknya untuk bersuci dibagi menjadi  dua:

1. Air thahur: air yang suci dan bisa digunakan untuk bersuci. misalnya: air sungai, air sumur, air hujan, salju, dll

2. Air najis: air yang najis dan tidak bisa digunakan untuk bersuci. misalnya: kencing

sumber:
Kitab Mulakhos Fiqhiy
catatandars.blogspot.com

http://ikhsannurrahman.wordpress.com/2014/10/11/bab-air/

SHARE

Jarvis

  • Image
  • Image
  • Image
  • Image
  • Image
    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 comments:

Post a Comment