Yang dibahas dalam bab ini:
A.
Perbedaan bab ini dan bab sebelumnya
B. Makna tahqiq tauhid (mengamalkan tauhid dengan sebenar-benarnya) dan macam-macamnya
C.
Sifat-sifat orang yang men-tahqiq tauhid
A. Perbedaan bab ini dengan sebelumnya
Keutamaan-keutamaan
tauhid yang disebutkan di bab kedua adalah hak bagi orang bertauhid yang tidak
melakukan kesyirikan baik akbar maupun asghar akan tetapi orang ini terkadang
terjerumus kedalam maksiat-maksiat yang maksiat ini terhapus dengan tauhidnya.
Adapun bab
ini lebih tinggi dari bab sebelumnya. Orang-orang yang tidak menyekutukan Allah
sedikitpun dan dia tidak punya dosa maksiat (ketika maksiat langsung bertaubat
kepada Allah sehigga dosanya telah diampuni). Adapun orang yang sampai derajad
sebelumnya maka terkadang ia diampuni oleh Allah dan terkadang diazab oleh Allah.
(I’anatul mustafidz 74)
Bahasan pada
bab kedua (yakni pada bab keistimewaan tauhid dan diampuninya dosa-dosa
karenanya) didapatkan setiap orang yang bertauhid sedangkan bahasan pada bab ketiga
(mengamalkan tauhid dengan murni sehingga masuk surga tanpa hisab) didapat oleh
orang yang bertemu Allah tanpa dosa
Merealisasikan/mengamalkan tauhid dengan sebenar-benarnya maksudnya yakni membersihkan
diri dari syirik (baik akbar maupun asghar), bid’ah, dan maksiat
Merealisasikan tauhid tidak akan terjadi
kecuali dengan tiga perkara:
1.
Ilmu
Tidak mungkin bsia merealisasikan sesuatu
kecuali harus mengilmui hakikat sesuatu itu. Tidak mungkin terlepas dari
syirik, bid’ah, dan maksiat kecuali seseorang mengetahui haramnya hal tersebut.
2.
I’tiqad (Keyakinan)
Jika mengilmui (tahqiq tauhid) tetapi tidak
meyakini bahkan justru sombong maka orang ini tidak dikatakan mentahqiq tauhid.
Sebagaimana perkataan orang-orang musyrik dalam Al Qur’an:
أَجَعَلَ ٱلْءَالِهَةَ إِلَٰهًۭا وَٰحِدًا ۖ إِنَّ هَٰذَا
لَشَىْءٌ عُجَابٌۭ
Artinya:
“Mengapa ia menjadikan tuhan-tuhan itu Tuhan Yang satu
saja? Sesungguhnya ini benar-benar suatu hal yang sangat mengherankan.” (QS. Shad:5)
3.
Inqiyad (Tunduk)
Jika mengilmui dan meyakini tapi tidak
tunduk dan patuh bahkan dia malah sombong maka tidak dikatakan men-tahqiq tauhid. Allah Ta'ala berfirman:
إِنَّهُمْ
كَانُوا إِذَا قِيلَ لَهُمْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ يَسْتَكْبِرُونَ وَ
يَقُولُونَ أَئِنَّا لَتَارِكُوا ءَالِهَتِنَا لِشَاعِرٍ مَجْنُونٍ
Artinya:
“Sesungguhnya mereka dahulu apabila
dikatakan kepada mereka “laa ilaaha illallah” mereka menyombongkan diri, dan
mereka berkata: apakah sesungguhnya kami harus meninggalkan sembahan-sembahan
kami lantaran seorang penyair gila.” [QS. ash-shooffaat/37: 35-36].
B. Makna tahqiq tauhid dan jenisnya
Men-tahqiq tauhid adalah Membersihkan diri
dari syirik (baik akbar maupun asghar), bid’ah, dan maksiat
Jenis orang yang men-tahqiq tauhid ada dua
macam:
1.
Tahqiq yang wajib
Seseorang dapat membersihkan tauhid dari
syirik (baik akbar maupun asghar), bid’ah, dan maksiat
2.
Tahqiq yang mandub/sunnah
Orang yang dia sudah men-tahqiq yang wajib
di samping itu dia melakukan amalan-amalan yang disunnahkan dan dia
meninggalkan hal-hal yang makruh dan dia meninggalkan sebagian mubah yang dia khawatirkan
melalaikan dari akhirat.
Manakah orang yang bisa tanpa azab dan
tanpa hisab?
Cukup tahqiq wajib sudah mencukupi, orang yang
men-tahqiq tauhid yang mandub derajatnya lebih tinggi
C. Sifat-sifat Orang yang Men-tahqiq Tauhid
a) Bersifat sebagaimana sifat imamnya orang yang
bertauhid yakni Nabi Ibrahim ‘alaihissalam
Firman Allah Subhanahu wata’ala :
]إِنَّ إِبْرَاهِيمَ كَانَ أُمَّةً
قَانِتًا لِلّهِ حَنِيفًا وَلَمْ يَكُ مِنَ الْمُشْرِكِينَ [(120) سورة النحل
Artinya:
“Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang imam yang dapat dijadikan
teladan lagi patuh kepada Allah dan hanif (berpegang teguh pada kebenaran), dan
sekali kali ia bukanlah termasuk orang orang yang mempersekutukan (Tuhan)” (QS,
An Nahl, 120)
Sifat Nabi Ibrahim ‘alaihissalam berdasarkan ayat di atas adalah:
1.
Beliau adalah ummah (أُمَّةً) (qudwah wal imam fil khoir) =
teladan dan imam dalam kebaikan.
2. Qaanitaat (قَانِتًا) = senantiasa istiqomah kepada Allah, tetap
dalam ketaatan kepada Allah walaupun sedikit, dan mengikhlaskan amalan hanya
untuk Allah.
3.
Hanif (حَنِيفًا ) = berpaling dari kesyirikan menuju tauhid.
4. (وَلَمْ يَكُ مِنَ الْمُشْرِكِينَ) Dan tidak termasuk orang-orang yang musyrik = tidak
termasuk orang musyrik dalam perkataan, tidak dalam amalnya, tidak juga dalam
keyakinan beliau Ibrahim ‘alaihissalam. Nabi Ibrahim mengingkari kaumnya yang melakukan
kesyirikan dan berlepas diri dari mereka.
Islam: Pasrah kepada Allah dengan tauhid,
tunduk dengan ketaatan, berlepas diri dan benci dengan kesyirikan.
b) Orang yang bersifat sebagaimana yang disebutkan dalam
surat Al Mukminun ayat 57-60
إِنَّ ٱلَّذِينَ هُم
مِّنْ خَشْيَةِ رَبِّهِم مُّشْفِقُونَ
وَٱلَّذِينَ هُم
بِـَٔايَٰتِ رَبِّهِمْ يُؤْمِنُونَ
وَٱلَّذِينَ هُم
بِرَبِّهِمْ لَا يُشْرِكُونَ
وَٱلَّذِينَ يُؤْتُونَ
مَآ ءَاتَوا۟ وَّقُلُوبُهُمْ وَجِلَةٌ أَنَّهُمْ إِلَىٰ رَبِّهِمْ رَٰجِعُونَ
Artinya”
“Sesungguhnya
orang-orang yang berhati-hati karena takut akan (azab) Tuhan mereka. Dan
orang-orang yang beriman dengan ayat-ayat Tuhan mereka, Dan orang-orang yang tidak mempersekutukan dengan Tuhan
mereka (sesuatu apa pun), Dan
orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan, dengan hati yang
takut, (karena mereka tahu bahwa) sesungguhnya mereka akan kembali kepada Tuhan
mereka,” (QS. Al Mukminun:57-60)
Penjelasan ayat
“Sesungguhnya
orang-orang yang berhati-hati karena takut akan (azab) Tuhan mereka. Dan
orang-orang yang beriman dengan ayat-ayat Tuhan mereka,”
Maksud dari ayat di atas yakni membenarkan Al
Qur’an dan mentadaburinya dan sibuk dengan Al Qur’an, dia memperhatikannya dan mengamalkan yang
ada dalam Al Qur’an. Apa-apa yang Allah perintahkan mereka lakukan dan apa-apa yang
Allah larang maka mereka tingalkan. Dan apa-apa yang Allah kabarkan mereka
membenarkan dan imani baik yang ghaib maupun tidak. Dan sesuatu yang samar dalam
Al Qur’an mereka kembalikan ilmunya kepada
Allah
“Dan
orang-orang yang tidak mempersekutukan dengan Tuhan mereka (sesuatu apa pun),”
Inilah dia tahqiq tauhid, yakni tidak melakukan
kesyirikan selama-lamanya baik asghar maupun akbar. Maka mereka ini orang-orang
yang benar-benar men-tahqiq tauhid.
‘”Dan
orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan, dengan hati yang
takut, (karena mereka tahu bahwa) sesungguhnya mereka akan kembali kepada Tuhan
mereka,”
Orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan dengan ketaatan dengan hati yang takut
jika amal mereka tidak diterima.
Sesungguhnya mereka akan kembali kepada Tuhan mereka: menafikan pada diri mereka rasa bangga terhadap
amal yang mereka lakukan, dia tidak bangga dan dia takut amalnya tidak
diterima. Tidak mungkin kita bisa beramal kecuali karna kita mendapat hidayah
taufiq dari Allah. Hanya kepada
Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan dalam beribadah kepada Allah. Mereka yakin
amalnya semata-mata karunia dari Allah
]والذين هم بربهم لا يشركون[
Artinya:
“Dan orang orang yang tidak mempersekutukan dengan Robb mereka
(sesuatu apapun)”. (QS. Al Mu’minun, 59)
( I’anatul mustafidz 78-80)
c) Tidak Meminta Diruqyah, Tidak Melakukan Tathayyur, Tidak Melakukan Kai, dan Bertawakal kepada Allah
Husain bin
Abdurrahman As Sulami (salah satu tabi’in yang tsiqoh) berkata: “Suatu ketika
aku berada di sisi Said bin Zubair (termasuk dari pembesar tabi’in baik
dalam ilmu, wara, dan kefaqihan), lalu ia bertanya : “siapa diantara kalian
melihat bintang yang jatuh (bintang yang digunakan untuk melempar syaithan)
semalam ?, kemudian aku menjawab : “ aku ”, kemudian kataku : “ ketahuilah,
sesungguhnya aku ketika itu tidak sedang melaksanakan sholat, karena aku
disengat kalajengking”, lalu ia bertanya kepadaku : “lalu apa yang kau lakukan
?”, aku menjawab : “aku minta di ruqyah ([1])”, ia
bertanya lagi : “apa yang mendorong kamu melakukan hal itu ?”(tradisi para
salaf selalu beramal dengan dalil), aku menjawab : “yaitu : sebuah hadits yang
diriwayatkan oleh Asy Sya’by kepada kami”, ia bertanya lagi : “dan apakah
hadits yang dituturkan kepadamu itu ?”, aku menjawab : “dia menuturkan hadits
kepada kami dari Buraidah bin Hushaib :
"لا رقية إلا من عين
أو حمة"
“Tidak boleh Ruqyah kecuali karena ain([2]) atau
terkena sengatan (binatang
berbisa)”.
(ini tidak menunjukkan pembatasan dalam
ruqyah)
Said pun berkata :
“Sungguh telah berbuat baik orang yang telah mengamalkan apa yang telah
didengarnya, tetapi Ibnu Abbas menuturkan hadits kepada kami dari Rasulullah,
beliau bersabda :
"عرضت علي الأمم،
فرأيت النبي معه الرهط، والنبي معه الرجل والرجلان، والنبي وليس معه أحد، إذ رفع
لي سواد عظيم، فظننت أنهم أمتي، فقيل لي : هذا موسى وقومه، فنظرت فإذا سواد عظيم،
فقيل لي : هذه أمتك، ومعهم سبعون ألفا يدخلون الجنة بغير حساب ولا عذاب، ثم نهض
فدخل منزله، فحاض الناس في أولئك، فقال بعضهم : فلعلهم الذي صحبوا رسول الله r، وقال بعضهم : فلعلهم
الذين ولدوا في الإسلام فلم يشركوا بالله شيئا، وذكروا أشياء، فخرج عليهم رسول
الله أخبروه، فقال :" هم الذين لا يسترقون ولا يتطيرون ولا يكتوون وعلى ربهم يتوكلون "
فقام عكاشة بن محصن فقال : ادع الله أن يجعلنى منهم، فقال : أنت منهم، ثم قال رجل
آخر فقال : ادع الله أن يجعلني منهم، فقال :" سبقتك عكاشة ".
“Telah diperlihatkan kepadaku beberapa umat (terjadi pada saat malam isra mi’raj), lalu aku melihat seorang Nabi, bersamanya sekelompok orang, dan seorang Nabi, bersamanya satu dan dua orang saja, dan Nabi yang lain lagi tanpa ada seorangpun yang menyertainya, tiba tiba diperlihatkan kepadaku sekelompok orang yang banyak jumlahnya, aku mengira bahwa mereka itu umatku, tetapi dikatakan kepadaku : bahwa mereka itu adalah Musa dan kaumnya, tiba tiba aku melihat lagi sekelompok orang yang lain yang jumlahnya sangat besar, maka dikatakan kepadaku : mereka itu adalah umatmu, dan bersama mereka ada 70.000 (tujuh puluh ribu) orang yang masuk surga tanpa hisab dan tanpa disiksa lebih dahulu, kemudian beliau bangkit dan masuk ke dalam rumahnya, maka orang orang pun memperbincangkan tentang siapakah mereka itu ?, ada diantara mereka yang berkata : barangkali mereka itu orang orang yang telah menyertai Nabi dalam hidupnya, dan ada lagi yang berkata : barang kali mereka itu orang orang yang dilahirkan dalam lingkungan Islam hingga tidak pernah menyekutukan Allah dengan sesuatupun, dan yang lainnya menyebutkan yang lain pula.
Kemudian
Rasulullah ShallAllahu’alaihi wasallam keluar dan merekapun memberitahukan hal
tersebut kepada beliau. Maka beliau bersabda : “Mereka itu adalah orang-orang
yang tidak pernah minta ruqyah, tidak melakukan tathoyyur ([3])
dan tidak pernah melakukan kai (meminta lukanya ditempeli besi yang dipanaskan), dan
mereka pun bertawakkal kepada tuhan mereka, kemudian Ukasyah bin Muhshon
berdiri dan berkata : mohonkanlah kepada Allah agar aku termasuk golongan
mereka, kemudian Rasul bersabda : “ya, engkau termasuk golongan mereka”,
kemudian seseorang yang lain berdiri juga dan berkata : mohonkanlah kepada Allah
agar aku juga termasuk golongan mereka, Rasul menjawab : “Kamu sudah kedahuluan
Ukasyah” (HR. Bukhori & Muslim)
Hadits 70 ribu orang yang bisa masuk surga tanpa azab
dan tanpa hisab tidak menunjukkan pembatasan. Dalam riwayat lain disebutkan bahwa setiap 1000
dari 70.000 tadi ada 70.000 lagi. Dari Abu Umamah, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, ia berkata,
وَعَدَنِى رَبِّى عَزَّ
وَجَلَّ أَنْ يُدْخِلَ الْجَنَّةَ مِنْ أُمَّتِى سَبْعِينَ أَلْفاً بِغَيْرِ
حِسَابٍ وَلاَ عَذَابٍ مَعَ كُلِّ أَلْفٍ سَبْعُونَ أَلْفاً
“Rabbku ‘azza wa jalla telah menjajikan padaku bahwa 70.000 orang
dari umatku akan dimasukkan surga tanpa hisab dan tanpa siksa. Setiap 1000 dari
jumlah tersebut terdapat 70.000 orang lagi.” (HR. Ahmad 5: 268.
Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa hadits ini shahih dan
sanad hadits ini hasan). Berarti berdasarkan hadits ini ada 4.900.000
orang yang dimaksud.
Nabi menjelaskan sifat orang-orang yang
dapat men-tahqiq tauhid:
1. Orang yang tidak meminta orang lain untuk meruqyahnya
karna kuatnya tawakkal mereka kepada Allah dan karna kemuliaan jiwa mereka
untuk merendahkan diri kepada selain Allah.
2.
Tidak meminta orang lain utnuk meng-kai dengan api. Kai
hukumnya makruh.
3.
Tidak tathayyur. Tidak menganggap sial karena
terbangnya seekor burung ke arah tertentu, atau tidak beranggapan sial dengan
bulan/waktu tertentu.
4.
Hanya kepada Allah mereka bertawakkal. Tawakal: hanya
bersandar kepada Allah di dalam dia mendapat segala perkara yang bermanfaat dan
di dalam mencegah kemudharatan disertai mencari sebab yang terbukti secara
syar’I dan qodari.
([1]) Ruqyah, maksudnya di sini, ialah : penyembuhan dengan bacaan ayat-ayat Al qur’an atau doa-doa.
([2]) Ain, yaitu : pengaruh jahat yang disebabkan oleh rasa dengki seseorang, melalui pandangan matanya. Disebut juga penyakit mata.
([3]) Tathoyyur ialah : merasa pesimis, merasa bernasib sial, atau meramal nasib buruk karena melihat burung, binatang lainnya atau apa saja.
([4]) Karena beliau bersabda kepada seseorang : “Kamu sudah kedahuluan Ukasyah”, dan tidak bersabda kepadanya : “Kamu tidak pantas untuk dimasukkan ke dalam golongan mereka”.